Setiap pengetahuan baru, setiap inovasi, selalu dimulai dari individu. Kejelian seorang karyawan melihat kebutuhan pasar dapat membuahkan sebuah produk atau servis baru yang sangat laku dipasaran. Didalam banyak kasus, pengetahuan dari seseorang dapat menjadi pengetahuan organisasi dan meningkatkan nilai organisasi secara keseluruhan.
Pada tulisan terdahulu saya membahas salah satu pendekatan Knowledge Management; bagaimana mengelola pengetahuan – baik tacit maupun explicit – secara terstruktur agar bermanfaat untuk mendukung visi dan misi perusahaan secara berkesinambungan. Pada tulisan yang kedua ini saya akan membahas kaitan yang erat antara proses pengelolaan pengetahuan dengan proses penciptaan inovasi.
Setiap pengetahuan baru, setiap inovasi, selalu dimulai dari individu. Kejelian seorang karyawan melihat kebutuhan pasar dapat membuahkan sebuah produk atau servis baru yang sangat laku dipasaran. Didalam banyak kasus, pengetahuan dari seseorang dapat menjadi pengetahuan organisasi dan meningkatkan nilai organisasi secara keseluruhan.
Menjadikan pengetahuan seseorang dapat dimanfaatkan oleh orang lainmerupakan aktifitas utama dari sebuah organisasi yang menerapkanknowledge management. Hal ini harus dilakukan secara terus menerus dan pada semua tingkat organisasi. Kadang kala dibutuhkan kesabaran & persistensi yang tinggi agar proses ini dapat memberikan hasil sesuai keinginan, seperti contoh kasus Matsushita Electric dibawah ini:
Tahun 1985, divisi pengembangan produk Matsushita Electric yang bermarkas di Osaka sedang berusaha keras menciptakan mesin pembuat roti model terbaru. Mereka mendapatkan kesulitan untuk membuat agar mesin tersebut dapat membuat adonan roti secara tepat. Dengan segala usaha yang telah dilakukan, hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Yang selalu terjadi adalah: sampai dengan bagian luarnya sudah agak hangus saat dipanggang, bagian dalamnya masih belum matang. Mereka menganalisa permasalahan tersebut secara sangat cermat, bahkan menggunakan perbandingan dengan sinar X antara adonan roti yang dihasilkan mesin dan adonan roti yang dibuat oleh pembuat roti profesional. Tetapi tetap tidak didapat hasil seperti yang diharapkan.
Sampai akhirnya salah seorang anggota team – Ikuko Tanaka mengajukan solusi yang kreatif. Osaka Internasional Hotel memiliki reputasi sebagai pembuat roti terbaik di Osaka, mengapa tidak menjadikan mereka sebagai model? Tanaka kemudian belajar dari ahli pembuat roti hotel tersebut dalam teknik pembuatan adonan roti yang tepat. Tanaka mempelajari bahwa si pembuat roti memiliki cara yang unik dalam menarik dan menggulung adonan roti. Setelah selama 1 tahun mencoba dan berkali-kali gagal, akhirnya Tanaka bersama tim teknisnya berhasil membuat spesifikasi produk yang berhasil meniru teknik tarikan & gulungan adonan dengan sempurna dan roti yang dihasilkan persis seperti yang dibuat oleh si ahli pembuat roti hotel Osaka.
Mesin pembuat roti dengan metoda gulungan ganda yang unik buatan Matsushita menjadi produk rumah tangga terlaris dalam sejarah penjualan alat-alat rumah tangga di Jepang.
Inovasi Ikuko Tanaka menggambarkan sebuah aliran diantara 2 tipe pengetahuan yang sangat berbeda. Pada titik akhir perubahan, pengetahuan yang didapat adalah pengetahuan eksplisit, berupa sebuah produk yang spesifik, mesin pembuat roti.
Pengetahuan eksplisit berbentuk formal dan sistematis, seperti resep masakan atau catatan hasil meeting, yang mudah untuk dikomunikasikan dan dibagikan.
Tapi pada tahap awal, bentuknya adalah sebuah pengetahuan yang tidak mudah untuk di ekspresikan, yang dinamakan pengetahuan tacit, seperti yang ditunjukan oleh si ahli pembuat roti hotel Osaka. Pengetahuan tacit sifatnya sangat personal. Sangat sulit untuk diformalisasikan dan karena itu sulit untuk dikomunikasikan dan dibagikan. Atau dalam bahasa Micheal Polanyi: “Kita mengetahui lebih banyak dari yang dapat kita katakan”. Pengetahuan tacit juga sangat tergantung pada aksi dan pada komitment individu pada sebuah konteks tertentu.
Pengetahuan tacit seringkali berupa bagian informal dari ketrampilan teknis, sulit untuk didefinisikan secara jelas. Seorang ahli ukir dari Bali dengan pengalaman puluhan tahun memiliki kekayaan luar biasa ‘diujung jarinya’. Tetapi seringkali dia sendiri sulit untuk menerangkan secara spesifik ilmu atau teknik yang dimilikinya.
Pada saat yang bersamaan, pengetahuan tacit memiliki dimensi kognitif yang penting, yang berupa model mental, keyakinan dan pandangan-pandangan yang begitu menyatu dengan diri kita yang membuat kita menggunakannya tanpa pernah mempertanyakannya, dan karena itu menjadi sulit untuk dijelaskan.
Perbedaan antara pengetahuan tacit dan eksplisit memberikan 4 pola dasar untuk menciptakan pengetahuan didalam organisasi seperti model dibawah ini:
Spiral pengetahuan ini terjadi dalam proses yang berulang-ulang, tetapi dalam tingkatan yang terus bertambah. Mengubah pengetahuan tacit menjadi pengetahuan eksplisit (eksternalisasi / artikulasi) dan menggunakan pengetahuan eksplisit untuk meningkatkan pengetahuan tacit (internalisasi) adalah langkah-langkah kritis dalam proses spiral pengetahuan ini, karena kedua proses tersebut membutuhkan keterlibatan dan komitmen pribadi yang besar – baik yang memiliki pengetahuan maupun yang ingin mendapatkannya.
Dalam contoh diatas, keputusan Ikuko Tanaka untuk belajar secara langsung cara membuat roti kepada si ahli pembuat roti hotel Osaka membutuhkan komitmen ini.
Ketika trend pasar berubah, teknologi berkembang, pesaing bertambah, dan produk-produk menjadi usang dalam waktu sangat singkat, organisasi-organisasi yang sukses adalah mereka yang secara konsisten menciptakan pengetahuan-pengetahuan baru dan menyebarkannya keseluruh organisasi, dan secara cepat pula mengadaptasikannya kedalam teknologi, produk dan servis mereka.
Aktifitas ini didefinisikan oleh Ikujiro Nonaka didalam bukunya ‘A Knowledge Creating Company’, sebagai organisasi yang berfokus pada ‘penciptaan pengetahuan’, yang kekuatan utama bisnisnya – yang membedakannya dengan yang lain – adalah inovasi yang dilakukan secara terus menerus.
Kunci utama dalam proses ini adalah komitmen personal. Setiap orang merasa menjadi bagian dari identitas dan misi organisasi. Organisasi tidak sekedar sebagai mesin, tetapi sebagai mahluk hidup yang memiliki identitas dan tujuan hidup – memahami tujuan keberadaannya, dan tahu cara mencapainya.
Didalam organisasi yang berfokus pada pengetahuan, mendapatkan pengetahuan baru bukanlah aktifitas khusus – yang menjadi tugas bagian tertentu, seperti bagian R&D atau bagian perencanaan strategis, tetapi menjadi bagian dari aktifitas keseharian, dimana setiap orang menjadi ‘knowledge worker’, dimana menciptakan dan mengelola pengetahuan menjadi peran dan tanggung jawab setiap orang.
Ketika seseorang meningkatkan pengetahuannya, mereka juga meningkatkan dirinya, organisasinya dan dunia dimana mereka berada.
Jika anda ingin tahu lebih jauh mengenai Knowledge Management (KM), silakan hubungi kami di saptapy@km-plus.com
Kami siap membantu dalam bentuk pelatihan ataupun menyusun konsep KM yang sesuai dengan kebutuhan organisasi Anda.